Sejarah

Komunitas Diosesan Seminari Tinggi Hati Kudus Pineleng merupakan tempat pembinaan calon-calon imam Keuskupan Manado. Termasuk di dalamnya para calon iman Keuskupan Amboina

Sejarah keberadaan komunitas ini tidak dapat dipisahkan dari saat berdirinya Seminari Tinggi Hati Kudus Pineleng. Pada tanggal 15 Agustus 1954 oleh Mgr. Nicolaus Verhoeven, MSC, Uskup Manado masa itu meresmikan berdirinya  “Seminari Agung Hati Kudus, Pineleng”, sebagai Perguruan Tinggi Katolik untuk pendidikan calon imam/pastor, petugas resmi Gereja Katolik.

Sejarah Singkat

Pendidikan calon imam di Keuskupan Manado dimulai pada tanggal 16 Januari 1928 dengan dibukanya Seminari Menegah di Woloan. Kemudian para seminaris yang tamat di Seminari Menengah Woloan melanjutkan studi filsafat di gedung baru di Kakaskasen pada tahun 1934. Pada tanggal 17 Agustus 1936 semua seminaris tingkat menegah di Woloan juga pindah ke Kakaskasen. sesudah calon imam angkatan awal menyelesaikan kursus filsafat pada tahun 1936, mereka dikirim ke Seminari Tinggi Yogyakarta untuk mengikuti studi Teologi. Ada empat imam diosesan yang dihasilkan dalam proses ini: P. Simon Lengkong, P. Wens Lengkong, P. Theo Lumanau dan P. Jan Moningka.

Pada tanggal 20-27 September 1951, Duta Vatikan Mgr. G. De Jonghe d’Adorye mengadakan kunjungan kerja ke Vikariat Manado. Dalam kunjungan ini duta memberikan tugas kepada Uskup Manado waktu itu, Mgr. Nicholaus Verhouven MSC untuk mendirikan Seminari Tinggi di Manado. sejak kunjungan itu, proses pembangunan gedung seminari tinggi dimulai. bertempat di Pineleng, para bruder MSC mulai membangun. Akhirnya pada hari Minggu, tanggal 15 Agustus 1954, pada pesta Sta. Maria diangkat ke surga, berdirilah sebuah seminari tinggi di Manado yang diberi nama sesuai dengan spiritualitas para pendiri dan para misionaris waktu itu: Hati Kudus Yesus. pada awal ini anggota seminari adalah: 2 staf pembina (P. G. van den Hurk MSC sebagai rektor dan P. Dr. Th. Moors MSC sebagai socius), 10 orang frater mahasiswa pertama, dan 3 dosen lain: dr. J. van Tongeren, P. J. van de Wouw MSC dan P. A. Petit MSC.

Pada tanggal 20 Juli 1956 dibuka tahun novisiat di Paal III untuk para calon imam MSC. Mereka yang masuk Novisiat pada waktu itu adalah 15 frater calon imam MSC yang sudah menyelesaikan dua tahun studi Filsafat. setahun kemudian, tanggal 22 Agustus 1957, 12 frater MSC mengikrarkan kaul pertama.

Pada tanggal 30 September 1957 Seminari Pineleng mendapat kunjungan kehormatan dari Presiden Republik Indonesia, Ir. Soekarno.

Pada tahun 1958 muncullah peristiwa Perang Permesta, suatu masa yang disebut-sebut sebagai “masa pergolakan” oleh orang Minahasa. Para frater terpaksa disingkirkan ke Kembes, kemudian ke Seminari Kakaskasen. Pada tahun 1959, ketika suasana sudah mulai aman, para frater kembali ke Seminari Pineleng.

Pada tanggal 27 April 1960, untuk pertama kalinya diadakan tahbisan imam di Gereja Katedral Manado; yang ditahbiskan adalah (alm) RD. Nico Veldhuysen, seorang calon imam diosesan Manado yang menamatkan studi di Flores. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 15 Maret 1961, dua frater dari angkatan pertama, yakni Joannis B. Talibonso dan Herman J. Pondaag ditahbiskan di Tomohon, sedangkan satu calon lagi yakni Pascalis Josep Resubun, ditahbiskan di Langgur pada tanggal 27 Mei 1961. Tanggal 19 Juli 1962 di Tomohon, ditahbiskanlah J. Wagey sebagai imam praja pertama dari Keuskupan Manado lulusan Seminari Pineleng.

Iklim aggiornamento yang dihembuskan oleh Konsili Vatikan II perlahan-lahan mempengaruhi suasana Seminari Pineleng. Hal ini berkat kehadiran dosen muda P. Jan van Paassen MSC yang turut mengikuti sidang-sidang konsili sebagai sekretaris pribadi (untuk sementara waktu) dari Uskup Amboina Mgr. Jacobus Grent MSC. Angin pembaharuan ini mendorong seminari untuk mulai mengadakan kegiatan yang melibatkan orang-orang luar. Pada tahun 1965 Seminari mulai menjalin relasi ekumenis dengan Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) dengan acara/program “Pertukaran Pendalaman Alkitab” pada setiap akhir bulan. Kontak ekumenis perdana ini memungkinkan terciptanya hubungan yang baik antara para dosen. Dr. West dari Fakultas Reologi UKIT datang ke Seminari untuk membolak-balik dokumen Konsili Vatikan II., sementara itu P. Dr. A. Marks dan P. Dr. Kees Bertens pergi ke UKIT untuk memberikan kuliah.

Pada tahun 1967 P. Jan van Paassen menjadi rektor. Suasana keterbukaan mulai semakin terasa: para frater teologan pada setiap hari Jumat memberikan pelajaran kepada anak-anak di sekolah Katolik yang berada di Manado yang kemudian pada 25 Juni 1969 mengeluarkan SK dengan nomor 01/PS/69 untuk mendirikan Sekolah Tinggi Seminari Pineleng (STSP) secara formal-yuridis. Maksud pendirian yayasan ini adalah agar pendidikan di seminari dilegalisir di hadapan pemerintah sehingga ijazah yang diberikan pada lulusan seminari dapat pengakuan pemerintah. Setahun kemudian, berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no. 025/DPT/I/1970 tertanggal 11 Mei 1970, STSP mendapat status terdaftar secara resmi sampai tingkat sarjana muda (BA). Lalu berdasarkan SK Mendikbud no. 56/DPT/B/1973, STSP mendapatkan status terdaftar untuk tingkat sarjana lengkap.

Periode tahun 1980-1998 pantaslah dipandang sebagai periode perubahan sistem pembinaan dan pendidikan calon imam. Dalam periode ini terjadi beberapa peristiwa penting yang sangat menentukan arah dan masa depan Seminari Pineleng.

  1. Pada tahun 1983 Komunitas Filosofan (2 tahun) menjadi komunitas Propadeuse (1 tahun). Dalam komunitas ini para frater diperkenalkan pada cara hidup dan pembinaan calon imam pada umumnya, mereka dapat mengenal panggilannya secara lebih luas dan mendalam, mereka mengenal kebutuhan gereja pada umumnya serta model hidup imamat yang mereka pandang cocok dengan diri sendiri. Di akhir tahun mereka dapat memilih jurusan panggilan imam yang cocok: biarawan atau diosesan. Perubahan ini juga didorong oleh perubahan pembagian waktu kuliah. Kalau sejak 1954 masa 6 tahun studi di seminari terbagi atas 2 tahun filsafat (Filosofan) dan empat tahun teologi (Teologan), maka sejak tahun 1983 hal ini diubah menjadi 4 tahun untuk jenjang S-1 (Propadeuse untuk tingkat 1 dan Minor untuk  tingkat II sampai selesai S-1) dan dua tahun studi sesudah Tahun Pastoral yang disebut Mayor. Sejak masa ini istilah-istilah yang dulu sangat biasa yaitu Filosofan dan Teologan hilang diganti degan Propadeuse, Minor dan Mayor.
  2. Pada tanggal 3 Juli 1984 Skolastik MSC pindah ke kompleks baru di Biara Hati Kudus Pineleng.
  3. Pada tanggal 1 Agustus 1984 Mgr. Th. Moors MSC membuka program Tahun Rohani untuk para calon imam diosesan di Lotta.
  4. Pada tahun 1985 pemerintah menghapus program lama (BA dan Drs) dan menetapkan program S-1 yang menerapkan sistem SKS. STSP berubah nama menjadi STF-SP: Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng dengan status diakui.
  5. Pada tanggal 2 Juni 1987 Duta Vatikan Mgr. Francesco Canalini meresmikan Pondok Emaus Tateli sebagai tempat pembinaan rohani bagi calon-calon imam diosesan. Dengan demikian tahun rohani tidak diadakan lagi di Lotta.
  6. Tahun 1988 STF-SP membuka jurusan kateketik bagi mahasiswa awan (pria dan wanita) untuk dididik menjadi katekis.
  7. Pada tanggal 3-7 Januari 1993 diadakan lokakarya program pembinaan komunitas diosesan yang dimotori oleh P. Hans Kwakman MSC dan RD. Terry Ponomban. Lokakarya ini menghasilkan anggaran hidup komunitas diosesan yang digunakan sebagai patokan dalam pembinaan calon imam diosesan.
  8. Pada Bulan Maret 1998, Seminari Hati Kudus mendapat visitasi 2 delegatus apostolik dari Vatikan, yaitu Mgr. Geoge Pell dari Australia dan Mgr. Leo Laba Ladjar OFM.

Partisipantes dalam pendidikan dan pembinaan di Seminari Tinggi Pineleng berasa dari Keuskupan Manado, Keuskupan Amboina, dan Tarekat Misionaris Hati Kudus Yesus (MSC).